Pengujian Undang-undang

Pengujian Undang-Undang merupakan suatu wewenang untuk menilai apakah suatu peraturan perundang-undangan isinya sesuai atau bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi derajatnya, serta apakah suatu kekuasaan tertentu berhak mengeluarkan suatu peraturan tertentu (Sumantri, 1986).
Pengujian Undang-undang dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia merupakan salah satu bentuk kewenangan MK. Kewenangan ini diatur dalam UUD dan UU Mahkamah Konstitusi. UUD memberikan hak kepada masyarakat untuk dapat mengajukan pengujian undang-undang baik materiil maupun formil atas suatu undang-undang kepada MK. Sedangkan, pengujian peraturan perundang-undangan dibawah UU, seperti Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Daerah kewenangan menguji baik secara materiil maupun formil peraturan perundang-undangan di bawah UU berada pada Mahkamah Agung.
Pengujian Undang-undang secara materiil adalah pengujian materi muatan dalam ayat, pasal dan/atau bagian dari undang-undang terhadap UUD. Pengujian ini untuk membuktikan apakah materi dalam suatu undang-undang baik berupa ayat, pasal atau bagian dari undang-undang bertentangan dengan materi UUD.

Mengapa?
Undang-undang merupakan sebuah produk politik. Membentuk undang-undang adalah sebuah pekerjaan yang sarat dengan kepentingan politik. Ketika proses membentuk Undang-undang ini berada di dalam ruang politik, maka akan muncul potensi undang-undang yang sarat akan muatan politik. Dampaknya undang-undang yang berpotensi bertentangan dengan UUD yaitu melanggar hak-hak dasar warga negara yang telah dijamin dalam UUD. Padahal undang-undang mempunyai kekuatan mengikat yang memaksa.
Oleh karena itu perlu adanya mekanisme perlindungan hak-hak konstitusional warga. Hak konstitusional adalah hak yang diatur dalam UUD. Menguji undang-undang, baik secara formil maupun materiil merupakan salah satu bentuk upaya perlindungan hak konstitusional warga Negara.

Bagaimana?
Proses beracara di MK yang dimulai dengan pengajuan permohonan hingga sidang putusan diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi dan Peraturan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (PMK) No. 06/PMK/2005 tentang Pedoman Beracara Dalam Perkara Pengujian Undang-Undang. Tahapan pengajuan dan pemeriksaan permohonan uji materil meliputi:
1) Pengajuan Permohonan
Permohonan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan ditandatangani oleh pemohon atau kuasa pemohon. Pendaftaran ini dilakukan pada panitera MK. Dalam pengajuan permohonan uji materil, permohonan harus menguraikan secara jelas hak atau kewenangan konstitusionalnya yang dilanggar. Dalam pengujian formil, Pemohon wajib menjelaskan bahwa pembentukan undang-undang tidak memenuhi ketentuan berdasarkan UUD dan/atau materi muatan dalam ayat, pasal, dan/atau bagian undang-undang yang dianggap bertentangan dengan UUD. Pengajuan permohonan ini harus disertai dengan bukti-bukti yang akan digunakan dalam persidangan.
Pemohon dalam pengujian UU terhadap UUD 1945 adalah:
a. Perorangan warga negara Indonesia atau kelompok orang yang mempunyai kepentingan sama;
b. Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam UU;
c. Badan hukum publik atau badan hukum privat, atau;
d. Lembaga negara.

2) Pemeriksaan kelengkapan permohonan oleh panitera MK;
Panitera MK yang menerima pengajuan permohonan akan melakukan pemeriksaan atas kelengkapan administrasi. Apabila dalam permohonan tersebut syarat-syarat administrasi masih kurang, maka pemohon diberi kesempatan untuk melengkapinya dalam waktu tujuh hari setelah pemberitahuan mengenai ketidaklengkapan permohonan diterima oleh pemohon. Apabila dalam waktu tersebut pemohon tidak memenuhi kelengkapan permohonannya, maka panitera membuat akta yang menyatakan permohonan tidak diregistrasi dan diberitahukan kepaa pemohon disertai pengembalian berkas permohonan.

3) Pencatatan permohonan dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi (BRPK);
Panitera melakukan pencatatan permohonan yang sudah lengkap ke dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi (BRPK). Dalam waktu paling lambat tujuh hari sejak permohonan dicatat dalam BRPK, MK menyampaikan salinan permohonan kepada DPR dan Presiden. Selain itu, MK juga memberitahu kepada MA mengenai adanya permohonan pengujian undang-undang dimaksud dan meberitahukan agar MA meberhentikan pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang yang sedang diuji.

4) Pembentukan Panel Hakim
Panitera menyampaikan berkas perkara yang sudah diregistrasi kepada Ketua MK untuk menetapkan susunan panel hakim yang akan memeriksa perkara pengujian undang-undang tersebut.

5) Penjadwalan Sidang;
Dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah permohonan dicatat dalam BRPK, MK menetapkan hari sidang pertama untuk sidang pemeriksaan permohonan. Penetapan ini diberitahukan kepada para pihak dan diumumkan masyarakat dengan menempelkan pada papan pengumuman MK yang khusus untuk itu dan dalam situs www.mahkamah konstitusi.go.id, serta disampaikan kepada media cetak dan elektronik.
Pemanggilan sidang harus sudah diterima oleh pemohon atau kuasanya dalam jangka waktu paling lambat tiga hari sebelum hari persidangan.

6) Sidang Pemeriksaan Pendahuluan;
Sebelum memeriksa pokok perkara, MK melalui panel hakim melakukan pemeriksaan pendahuluan permohonan untuk memeriksa kelengkapan dan kejelasan materi permohonan, kedudukan hukum (legal standing) pemohon dan pokok permohonan. Dalam pemeriksaan ini, hakim wajib memberikan nasehat kepada pemohon atau kuasanya untuk melengkapi dan atau memperbaiki permohonan. Pemohon diberi waktu selama 14 (empat belas) hari untuk melengkapi dan atau memperbaiki permohonan tersebut. Nasihat yang diberikan kepada pemohon atau kuasanya termasuk hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan tertib persidangan.
Dalam hal hakim berpendapat permohonan telah lengkap dan jelas, dan/atau telah diperbaiki, panitera menyampaikan salinan permohonan tersebut kepada Presiden, DPR dan Mahkamah Agung.

7) Sidang pemeriksaan pokok perkara dan bukti-bukti;
Dalam sidang pleno dan terbuka untuk umum ini, majelis hakim yang terdiri dari sembilan hakim MK memulai pemeriksaan terhadap permohonan dan memeriksa bukti-bukti yang sudah diajukan. Untuk kepentingan persidangan, majelis hakim wajib memanggil para pihak yang berperkara untuk memberi keterangan yang dibutuhkan dan/atau meminta keterangan secara tertulis kepada lembaga negara yang terkait dengan permohonan.

8) Putusan.
Putusan MK diambil secara musyawarah mufakat dalam forum Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH). Dalam sidang tersebut, setiap hakim wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapatnya secara tertulis. Apabila musyawarah tidak menghasilkan putusan maka musyawarah ditunda sampai dengan musyawarah hakim berikutnya. Selanjutnya apabila dalam musyawarah ini masih belum bisa diambil putusan secara musyawarah mufakat maka putusan diambil berdasarkan suara terbanyak. Ketua sidang berhak menentukan putusan apabila mekanisme suara terbanyak juga tidak dapat mengambil putusan.
Putusan MK berkaitan dengan pengajuan permohonan pengujian undang-undang dapat berupa:
 Dikabulkan; Apabila materi muatan yang terdapat dalam undang-undang melanggar UUD dan apabila pembentukan undang-undang tidak memenuhi ketentuan pembentukan undang-undang berdasarkan UUD;
 Ditolak; Apabila dalam persidangan terbukti bahwa ternyata undang-undang yang oleh pemohon diajukan uji materil baik pembentukan maupun materinya tidak bertentangan dengan UUD;
 Tidak diterima; Apabila syarat-syarat yang telah ditentukan dalam undang-undang tidak dipenuhi.
Apabila sebuah permohonan pengujian undang-undang dikabulkan, maka undang-undang, pasal, ayat atau bagian dari sebuah undang-undang yang diajukan tersebut menjadi tidak berlaku. MK merupakan sebuah lembaga peradilan yang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir serta putusannya bersifat final. Tidak ada upaya hukum yang bisa ditempuh para pihak yang tidak puas dengan putusan MK.

Contoh Kasus !

Uji materi UU 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Yang diajukan adalah pasal 74 yang mengatur tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TSL) atau biasa disebut corporate social responsibility (CSR).

Pasal 74
(1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.

Menurutnya kewajiban CSR sangat diskriminatif karena hanya ditujukan bagi perusahaan yang berkaitan dengan sumber daya alam. Dan ini dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu:
- Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 (tidak adanya kepastian hukum), yang berbunyi,
“setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”;
- Pasal 28I ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 (bersifat diskriminatif), yang berbunyi,
“setiap orang berhak bebas dari perlakuan diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif”;
- Pasal 33 ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945 (prinsip efisiensi berkeadilan), yang berbunyi,
“Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”;

Para pemohon mendalilkan pemberian kewajiban terhadap prinsip CSR telah menimbulkan perlakuan yang tidak sama di muka hukum, karena perusahaan yang bergerak dibidang sumber daya alam sudah menjalankan kewajibannya berdasarkan undang-undang sektoral, tetapi masih diwajibkan untuk menganggarkan CSR, sedangkan terhadap perusahaan-perusahaan lain tidak diwajibkan.
Demikian juga terhadap perusahan-perusahaan lain yang tidak tunduk pada UU Perseroan Terbatas tidak diwajibkan. Mereka juga menilai kewajiban terhadap penganggaran CSR memberatkan pengusaha.
Selanjutnya Mahkamah Konstitusi menolak permohonan uji materi Undang-undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Mahkamah menyatakan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) tetap menjadi kewajiban perseroan terbatas.
Dalam pertimbangannya, Mahkamah berpendapat penerapan pasal tersebut tidak diskriminatif. Mahkamah telah mempertimbangkan permasalahan hukum yang mempertimbangkan pemberlakuan pasal yang hanya diterapkan pada perseroan yang bergerak di bidang usaha sumber daya alam. Pasal ini tidak diterapkan kepada perseroan yang tidak bergerak di bidang sumber daya alam. Menurut Mahkamah, pembedaan ini disebabkan perseroan yang mengelola sumber daya alam berkaitan dengan Pasal 33 ayat 3 Undag-undang Dasar 1945 “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat” sehingga Negara berhak mengatur secara berbeda.
Mahkamah juga berpendapat CSR tetap menjadi kewajiban bagi perseroan. Penormaan CSR sebagai kewajiban hukum merupakan kebijakan hukum pembentuk undang-undang untuk mengatur dan menerapkan CSR dengan suatu sanksi. Hal itu dilandasi dari adanya kondisi sosial dan lingkungan yang rusak akibat praktek perusahaan yang mengabaikan aspek sosial dan lingkungan.

Tata Perundangan menurut UU No.12 Tahun 2011

Dalam UU No.12 Tahun 2011 pasal 7 ayat 1disebutkan
Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Dan kekuatan hukumnya ditegaskan pada pasal 7 ayat 2 :
Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Jenis Peraturan Perundang-undangan ini mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.
Suatu undang-undang yang diduga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi. Sedangkan, suatu Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Agung.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, atau disingkat UUD 1945 atau UUD '45, adalah hukum dasar tertulis, konstitusi pemerintahan negara Republik Indonesia saat ini.
UUD 1945 disahkan sebagai undang-undang dasar negara oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Sejak tanggal 27 Desember 1949, di Indonesia berlaku Konstitusi RIS, dan sejak tanggal 17 Agustus 1950 di Indonesia berlaku UUDS 1950. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 kembali memberlakukan UUD 1945, dengan dikukuhkan secara aklamasi oleh DPR pada tanggal 22 Juli 1959.
Pada kurun waktu tahun 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan (amandemen), yang mengubah susunan lembaga-lembaga dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia.
 Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober 1999 → Perubahan Pertama UUD 1945
 Sidang Tahunan MPR 2000, tanggal 7-18 Agustus 2000 → Perubahan Kedua UUD 1945
 Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001 → Perubahan Ketiga UUD 1945
 Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 2002 → Perubahan Keempat UUD 1945


Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat, atau disingkat Ketetapan MPR atau TAP MPR, adalah bentuk putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang berisi hal-hal yang bersifat penetapan.
Pada masa sebelum Perubahan (Amandemen) UUD 1945, Ketetapan MPR merupakan Peraturan Perundangan yang secara hierarki berada di bawah UUD 1945 dan di atas Undang-Undang. Pada masa awal reformasi, ketetapan MPR tidak lagi termasuk urutan hierarki Peraturan Perundang-undangan di Indonesia.
Namun pada tahun 2011, berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, Tap MPR kembali menjadi Peraturan Perundangan yang secara hierarki berada di bawah UUD 1945.

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (atau disingkat Perpu) adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa. Materi muatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah sama dengan materi muatan Undang-Undang.
Perpu ditandatangani oleh Presiden. Setelah diundangkan, Perpu harus diajukan ke DPR dalam persidangan yang berikut, dalam bentuk pengajuan RUU tentang Penetapan Perpu Menjadi Undang-Undang. Pembahasan RUU tentang penetapan Perpu menjadi Undang-Undang dilaksanakan melalui mekanisme yang sama dengan pembahasan RUU. DPR hanya dapat menerima atau menolak Perpu.
Jika Perpu ditolak DPR, maka Perpu tersebut tidak berlaku, dan Presiden mengajukan RUU tentang Pencabutan Perpu tersebut, yang dapat pula mengatur segala akibat dari penolakan tersebut.

Peraturan Pemerintah

Peraturan Pemerintah adalah Peraturan Perundang-undangan di Indonesia yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya. Materi muatan Peraturan Pemerintah adalah materi untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya. Peraturan Pemerintah ditandatangani oleh Presiden.

Peraturan Presiden
Peraturan Presiden disingkat Perpres adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibuat oleh Presiden. Materi muatan Peraturan Presiden berisi materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang, materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah, atau materi untuk melaksanakan penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan.
Perpres merupakan jenis Peraturan Perundang-undangan yang baru di Indonesia, yakni sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004.

Peraturan Daerah Provinsi

Peraturan Daerah Provinsi adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan persetujuan bersama Kepala Daerah (gubernur).
Materi muatan Peraturan Daerah Provinsi berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.

Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, yang berlaku di kabupaten/kota tersebut. dibentuk oleh DPRD Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama Bupati/Walikota. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tidak subordinat terhadap Peraturan Daerah Provinsi.
Materi muatan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.

Derek Redmond, Atlet Berhati Baja


Derek Redmond Anthony (lahir 3 September 1965, di Bletchley , Buckinghamshire , Inggris) adalah seorang pensiunan Inggris atlet . Selama kariernya, dia memegang rekor Inggris untuk 400 meter lari, dan memenangkan medali emas di estafet 4x400 meter di Kejuaraan Dunia , Kejuaraan Eropa dan Commonwealth Games .
Pada olimpiade Barcelona tahun 1992, dia mengalami cedera otot yang mengakibatkan jatuh 250 meter sebelum garis finis. Meskipun cedera, ia tetap bersikukuh ntuk menyelesaikan pertandingan tersebut. Dengan bantuan sang ayah ia berhasil menyelesaikan tersebut. Berkat kegigihannya ia berhasil mencapai garis finis dengan dibarengi tepuk tangan dari ribuan penonton yang menyaksikan pertandingan tersebut.


Menuju Sistem Ekonomi Islam

Kerusakan terjadi dimana-mana karena ulah manusia.” (QS. Ar-Ruum, 30:41).

Sejak lima tahun terakhir ini, perekonomian dunia tengah memasuki suatu fase yang sangat tidak stabil dan masa depan yang sama sekali tidak menentu.

Setelah mengalami masa sulit karena tingginya tingkat inflasi, ekonomi dunia kembali mengalami resesi yang mendalam, tingkat pengangguran yang parah, ditambah tingginya tingkat suku bunga riil serta fluktuasi nilai tukar yang tidak sehat. Terutama di tiga tahun terakhir, setelah pecahnya krisis subprime mortgages pada Juli 2007, pemerintah AS melakukan intervensi paling dramatis di pasar finansial sejak 1930-an.

Dalam 2 minggu yang bergolak, pemerintah USA menasionalisasi 2 raksasa mortgage, Fannie Mae dan Freddie Mac, mengambil alih AIG, perusahaan asuransi terbesar di dunia, dan memperluas jaminan dana pemerintah hingga $ 3,4 trilyun di pasar uang antar bank, melarang transaksi short-selling di lebih dari 900 saham perusahaan finansial, dan yang paling dramatis memberikan bail-out (semacam BLBI) $ 700 milyar ke sistem finansial untuk menutup kerugian aset-aset beracun yang terkait dengan mortgage. Hanya dalam waktu 3 minggu pemerintah AS telah menambah utang bruto-nya lebih dari $ 1 trilyun – 2 kali lipat dari biaya perang Irak.

Estimasi terakhir oleh IMF pada Oktober 2008, kerugian global akibat krisis ini mencapai $ 1,4 trilyun, naik hampir $ 500 milyar dari estimasi April 2008 yang sebesar $ 945 milyar. Kini di awal 2010 kerugian global tersebut membengkak hingga lebih dari $ 3 trilyun!
Interkoneksi sistem bisnis global yang saling terkait, membuat 'efek domino' krisis yang berbasis di Amerika Serikat ini, dengan cepat dan mudah menyebar ke berbagai negara di seluruh penjuru dunia. Tak terkecuali Indonesia.

Dampaknya tentu saja kehancuran sendi-sendi perekonomian negara-negara bersangkutan. Puluhan proyek-proyek raksasa terpaksa mengalami penjadwalan ulang, ratusan pengusaha gulung tikar, harga-harga barang dan jasa termasuk barang-barang kebutuhan pokok mengalami kenaikan tak terkendali. Pasar modal mengalami keterpurukan yang belum pernah terjadi dalam sejarah.

Meskipun proses penanggulangan dan penyembuhan dari penyakit-penyakit itu kini sedang berlangsung, namun berbagai ketidak pastian masih saja membayang-bayangi. Tingkat suku bunga semakin tinggi dan diduga akan terus membumbung, memperkuat kekhawatiran akan gagalnya proses penyembuhan di atas.

Krisis tersebut semakin memprihatinkan karena adanya kemiskinan ekstrim di banyak negara, berbagai bentuk ketidak adilan sosio-ekonomi, besarnya defisit neraca pembayaran, dan ketidak mampuan beberapa negara berkembang untuk membayar kembali hutang mereka. Henry Kissinger mengatakan, kebanyakan ekonom sepakat dengan pandangan yang mengatakan bahwa “Tidak satupun diantara teori atau konsep ekonomi sebelum ini yang tampak mampu menjelaskan krisis ekonomi dunia tersebut” (News Week, “Saving the World Economy”).

Akar Masalah

Keberlanjutan dan keseriusan problem-problem di atas menunjukkan bahwa pasti ada sesuatu yang salah secara mendasar. Apakah sesuatu yang salah itu?

Secara objektif harus diakui bahwa upaya pemecahan masalah tersebut selama ini hanya bersifat kosmetikal. Belum mencapai akar permasalahan. Meskipun ada desakan untuk perbaikan yang menyeluruh.

Target yang mesti dicapai adalah kesejahteraan dan kesehatan sosial yang terpancar dari dalam kesadaran manusia, disertai dengan keadilan dan keterbukaan pada semua tingkat interaksi manusia. Target semacam ini tidak mungkin dapat dicapai tanpa adanya transformasi moral dari setiap individu dan masyarakat tempat ia tinggal.

Manusia mempunyai kebutuhan material dan spiritual, dan kebahagiaan mereka tergantung pada keseimbangan pemenuhan kedua kebutuhan tersebut. Karena adanya degradasi moral yang terus menerus dan menguatnya kecenderungan konsumtivisme, muncullah kekurang seimbangan dalam sikap dan aspirasi.

Ada keinginan yang berlebihan untuk memenuhi kebutuhan material dan pemuasan keinginan. Sebaliknya, terlalu sedikit upaya memenuhi kebutuhan spiritual, manusiawi, atau kebutuhan akan pemerataan distribusi di kalangan anggota masyarakat.
Upaya mencapai kepuasan diri atau kesuksesan hidup melalui pertumbuhan ekonomi yang “tinggi” telah menjadi ciri pokok kehidupan masyarakat “modern” saat ini.

Seluruh upaya, secara langsung ataupun tidak langsung, diarahkan untuk memenuhi keinginan ini, tanpa mempedulikan apakah keinginan seperti itu memang mendesak dalam rangka memenuhi kebutuhan manusiawi yang hakiki.

Akibatnya, hedonisme, materialisme dan konsumtivisme melanda hampir seluruh anggota masyarakat. John K. Galbraith, dalam bukunya The New Industrial State (hal.153), menyatakan bahwa, “konsumsi barang telah menjadi sumber kenikmatan yang paling besar, dan tolok ukur prestasi manusia yang paling tinggi”. Dengan demikian, yang kini tengah terjadi adalah: simbol-simbol gengsi yang dipromosikan secara besar-besaran, begitu pula keinginan manusia dibuat agar tak terbatas, tidak pernah terpuaskan dibanding kebutuhan manusiawi yang sesungguhnya.

Hasilnya: setiap orang berjuang dan bekerja keras memburu materi sehingga tidak lagi mempunyai cukup waktu untuk memenuhi kebutuhan spiritual, membina anak, dan membangun solidaritas sosial. Bahkan untuk itu, banyak yang terpaksa melakukan korupsi, cara-cara yang tidak fair, atau rela mengorbankan hak yang diberikan Allah kepada orang lain.

Peningkatan kesejahteraan ternyata tidak diikuti oleh pemerataan. Jurang sosial ekonomi antara yang kaya dan yang miskin telah semakin lebar. Diantara kebutuhan dasar orang-orang miskin, makanan, pakaian, pendidikan, fasilitas kesehatan dan perumahan tidak terpenuhi secara layak.

Banyak masalah baru sesungguhnya tengah diciptakan bagi si miskin melalui inflasi (sehingga harga-harga semakin tak terjangkau) dan perusakan lingkungan yang cenderung lebih berpengaruh besar terhadap mereka. Ide dasar pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan demikian patut dipertanyakan.

Realitas menunjukkan, fenomena peningkatan volume barang dan jasa belum memberikan sumbangannya bagi kebahagiaan manusia. Hal ini karena sesungguhnya, kebahagiaan pada hakikatnya merupakan refleksi kedamaian jiwa, yang tidak sekedar merupakan fungsi material tetapi juga keadaan spiritual.

Distribusi pendapatan yang tidak adil yang disertai dengan perbedaan tingkat kehidupan yang mencolok membuat orang terus menerus menderita dan tidak bahagia. Orang tidak pernah puas dan tidak pernah mampu ataupun tidak pernah mau memenuhi kewajiban terhadap orang lain. Akibatnya, solidaritas sosial melemah dan masyarakat mengalami degradasi.

Dewasa ini, menurut E.J.Mishan dalam bukunya The Cost of Economic Growth (hal 204), ada tanda-tanda peningkatan simptom anomali seperti stres, depresi, frustasi, kehilangan kepercayaan, alinasi antara orangtua dan anak, perceraian dan tindakan anarkhis. Ketegangan dimana-mana lebih terasa daripada keharmonisan, ketidak-adilan lebih kentara daripada keadilan.

Selama ini, sistem kapitalisme modern yang muncul -menurut Daniel Bell- dengan kombinasi tiga kekuatan utama, yaitu: ‘kerakusan borjuis’, ‘masyarakat politik demokratis’ dan ‘semangat individualistis’, telah gagal menjawab semua problema di atas. Marxisme pun tidak mampu menawarkan penyelesaian, karena sebab yang sesungguhnya dari masalah manusia bukanlah perjuangan kelas, tetapi degradasi moral.

Dan tidak diragukan lagi, bahwa Marxisme memainkan peranan penting dalam meremehkan moral, sama dengan peranannya dalam mendorong kecenderungan konsumtif. Dengan demikian, sistem kolektif tersebut gagal memecahkan hampir semua masalah yang dihadapi oleh kapitalisme.

(bersambung)

sumber : eramuslim.com

Gebyar Napak Tilas Peristiwa Bandung Lautan Api

Hujan gerimis tidak menyurutkan semangat para pelajar yang mengikuti pawai obor dalam rangka peringatan peristiwa Bandung Lautan Api Rabu, (23 Maret 2011). Para peserta merupakan siswa-siswi berbagai SMA, SMK, dan sederajatnya yang berasal dari Kota Bandung tampak begitu antusias mengikuti acara ini, itu ditunjukan dengan berbagai nyanyian dan yel-yel yang dengan lantang dan semangat mereka teriakan. Juga dengan berbagai dandanan dan kostum yang unik dan menarik, walaupun sebagian dari mereka terkesan nyeleneh. Rute yang dilewati dimulai dari Tegallega kemudian menelusuri Jl. Moh.Toha, Jl. Dewi Sartika, Jl. Dalem Kaum, Jl. Lengkong Besar, Jl. Asia Afrika, Jl. Cikapundung Timur, Jl. Braga, Viaduct, Jl. Perintis Kemerdekaan, Jl. Wastukencana,dan berakhir di Balai Kota Bandung.

Berikut foto-foto meriahnya acara tersebut!!!












"Hantu" pun ikut memeriahkan








Simpatisan Khadafi bukan ya???




Realita Cinta & Rock 'n RoLL



Semoga acara ini bukan hanya kemeriahan sesaat melainkan sebuah momentum membangkitkan kembali semangat para pejuang kemerdekaan untuk memerdekakan bangsa yang seyogyanya tidak hilang tergerus oleh waktu. Kita jadikan semangat itu sebagai pemacu dalam setiap langkah-langkah yang kita gunakan untuk membangun bangsa ini menjadi bangsa yang lebih baik.
Jadilah generasi penerus bangsa yang bukan hanya meneruskan catatan kelam masa lalu bangsa ini, dan jangan pula menambah kelam catatan-catatan pada masa yang akan datang dengan laku lampah yang buruk.
BANGUNLAH PEMUDA PENERUS BANGSA !!!
HARUMKAN NAMA BANGSA DI MATA DUNIA
MEREKA TAHU KITA ADA
WALAUPUN DIPANDANG SEBELAH MATA
Nah sok atuh mantakan hararudang nonoman-nonoman Indonesia. Jug geura seungitkeun ngaran bangsa....

Stasion . . .


Kereta api sudah menjadi salah satu sarana transportasi yang vital bagi masyarakat baik untuk penghubung antar kota maupun dalam kota. Dalam hal ini, Stasiun Kereta Api memiliki peran yang tak kalah penting dari fungsi kereta api itu sendiri. Fungsi Stasiun Kereta Api tidak hanya sebagai halte pemberhentian belaka melainkan sebagai fasilitas 'transit' atau tempat kegiatan datang dan pergi para penumpang, sehingga bangunan stasiun menjadi sarana penting pada setiap kota yang dilalui perjalanan kereta api.

Banyaknya kota-kota di Indonesia yang dilalui jalur kereta api diikuti pula dengan pembangunan stasiun-stasiun dengan rancangan arsitektur yang menunjukkan berbagai era sejak jaman pemerintah Hindia Belanda hingga saat ini. Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, bangunan stasiun kereta api menjadi salah satu fasilitas publik dan aset bangsa yang perlu dijaga dan dilestarikan.

Daerah Operasional 1 Jakarta
Daerah Operasi 1 Jakarta merupakan Daerah Operasi dengan wilayah yang terbentang dari stasiun Merak (barat) di Provinsi Banten sampai dengan Stasiun Cikampek (timur) dan stasiun Sukabumi (selatan) di Provinsi Jawa Barat melintasi stasiun–stasiun di wilayah Provinsi DKI Jakarta

Daerah Operasional 2 Bandung
Daerah Operasi 2 Bandung merupakan Daerah Operasi dengan wilayah yang terbentang dari stasiun Cibungur (utara) sampai dengan Stasiun Cipari (timur) dan stasiun Ranji (barat) melintasi stasiun–stasiun di wilayah Provinsi Jawa Barat bagian selatan

Daerah Operasional 3 Cirebon
Daerah Operasi 3 Cirebon merupakan Daerah Operasi dengan wilayah yang terbentang dari stasiun Tanjungrasa (barat) sampai dengan stasiun Brebes (timur) dan stasiun Songgom (selatan) di Provinsi Jawa Tengah melintasi stasiun–stasiun di wilayah Provinsi Jawa Barat bagian utara

Daerah Operasional 4 Semarang
Daerah Operasi 4 Semarang merupakan Daerah Operasi dengan wilayah yang terbentang dari stasiun Tegal (barat) sampai dengan stasiun Kalitidu (timur) di Provinsi Jawa Timur dan stasiun Gundih (selatan) melintasi stasiun–stasiun di wilayah Provinsi Jawa Tengah bagian utara

Daerah Operasional 5 Purwokerto
Daerah Operasi 5 Purwokerto merupakan Daerah Operasi dengan wilayah yang terbentang dari stasiun Prupuk (utara) sampai dengan stasiun Purworejo (timur), stasiun Sidareja (barat) dan stasiun Cilacap (selatan) melintasi stasiun–stasiun di wilayah Provinsi Jawa Tengah bagian selatan

Daerah Operasional 6 Yogyakarta
Daerah Operasi 6 Yogyakarta merupakan Daerah Operasi dengan wilayah yang terbentang dari stasiun Montelan (barat) sampai dengan stasiun Kedungbanteng (timur) di Provinsi Jawa Timur, stasiun Monggot (utara) dan stasiun Wonogiri (selatan) melintasi stasiun–stasiun di wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Daerah Operasional 7 Madiun
Daerah Operasi 7 Madiun merupakan Daerah Operasi dengan wilayah yang terbentang dari stasiun Walikukun (barat) sampai dengan stasiun Curahmalang (timur) dan stasiun Rejotangan (selatan) melintasi stasiun–stasiun di wilayah Provinsi Jawa Timur bagian selatan

Daerah Operasional 8 Surabaya
Daerah Operasi 8 Surabaya merupakan Daerah Operasi dengan wilayah yang terbentang dari stasiun Bojonegoro (utara) sampai dengan stasiun Blitar (selatan) dan stasiun Mojokerto (barat) melintasi stasiun–stasiun di wilayah Provinsi Jawa Timur bagian utara

Daerah Operasional 9 Jember
Daerah Operasi 9 Jember merupakan Daerah Operasi dengan wilayah yang terbentang dari stasiun Bangil (barat) sampai dengan stasiun Banyuwangi (timur) melintasi stasiun–stasiun di wilayah Provinsi Jawa Timur bagian timur


sumber : http://indonesianheritagerailway.com

Nurdin Halid gak mau turun Hitler ngamuk!!!

Masyarakat Indonesia terutama para pencinta sepak bola rame-rame meminta Ketua Umum PSSI untuk turun dari jabatannya, tapi Nurdin Halid keukeuh mempertahankan jabatannya itu hingga Adolf Hitler pun angkat bicara!!!

Andai Aku Gayus Tambunan

Inilah lagu Andai Aku Gayus Tambunan yang diciptakan oleh mantan napi yaitu Bona Paputungan...



Lirik Andai Aku Gayus Tambunan

11 Maret
Diriku masuk penjara
Awal ku menjalani
Proses masa tahanan

Hidup di penjara
Sangat berat kurasakan
Badanku kurus
Karena beban pikiran


Kita orang yang lemah
Tak punya daya apa-apa
Tak bisa berbuat banyak
Seperti para koruptor

Andai Ku Gayus Tambunan
Yang bisa bisa pergi ke Bali
Semua keinginannya
Pasti bisa terpenuhi

Lucunya di negeri ini
Hukuman bisa dibeli
Kita orang yang lemah
Pasrah akan keadaan

7 Oktober
kubebas dari penjara
Menghirup udara segar
Lepaskan penderitaan

Wahai saudara
Dan para sahabatku
Lakukan yang terbaik
Jangan engkau salah arah

Andai Ku Gayus Tambunan
Yang bisa bisa pergi ke Bali
Semua keinginannya
Pasti bisa terpenuhi

Lucunya di negeri ini
Hukuman bisa dibeli
Kita orang yang lemah
Pasrah akan keadaan

Biarlah semua menjadi kenangan
Kenangan yang pahit
dalam hidup ini

Andai Ku Gayus Tambunan
Yang bisa bisa pergi ke Bali
Semua keinginannya
Pasti bisa terpenuhi

Lucunya di negeri ini
Hukuman bisa dibeli
Kita orang yang lemah
Pasrah akan keadaan

Film KOLONIALISME

Film yang berjudul KOLONIALISME BELANDA DI INDONESIA ini dibuat dan dibintangi oleh seluruh siswa-siswi kelas XII IPA 3 SMAN 1 Subang, Angkatan 2010...
Selamat Menyaksikan!!!

Part 1:



Part 2:



Part 3: